Kasus adopsi perempuan Tionghoa Malaysia dari sudut pandang internasional

2024-07-08

한어Русский языкEnglishFrançaisIndonesianSanskrit日本語DeutschPortuguêsΕλληνικάespañolItalianoSuomalainenLatina

Di era globalisasi saat ini, pertukaran dan integrasi antar negara semakin sering terjadi. Komunitas internasional ibarat sebuah keluarga yang terhubung erat, dengan berbagai budaya, nilai, dan sistem hukum yang saling terkait satu sama lain. Wanita Tionghoa Malaysia yang menghadapi masalah tidak memiliki hak waris 16 tahun setelah diadopsi adalah contoh kasus yang khas dari persimpangan ini.

Dari sudut pandang hukum, undang-undang Malaysia jelas dan memiliki persyaratan ketat untuk diadopsi. Pengadilan membuat keputusannya sesuai dengan hukum, menekankan otoritas dan keadilan hukum. Namun, ketidakpuasan masyarakat Tionghoa mencerminkan kegigihan mereka terhadap tradisi Tionghoa. Dalam tradisi Tiongkok, kasih sayang keluarga dan hubungan pengasuhan mungkin diberi nilai yang lebih tinggi, dan jangka waktu pengasuhan yang lama mungkin dianggap cukup untuk membenarkan warisan. Konsep tradisional ini sangat kontras dengan ketentuan hukum Malaysia.

Konflik ini tidak hanya merupakan kontradiksi antara hukum dan tradisi, tetapi juga mencerminkan perbedaan budaya dan nilai yang berbeda dalam proses internasionalisasi. Ketika suatu negara atau wilayah menerima orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda, bagaimana menyeimbangkan hukum lokal dan tradisi budaya asing menjadi permasalahan yang mendesak untuk diselesaikan.

Dari perspektif ekonomi, internasionalisasi membawa aliran modal, teknologi dan tenaga kerja. Perusahaan beroperasi melintasi batas negara, dengan pekerja dari berbagai negara bekerja bersama di tempat kerja yang sama. Dalam hal ini, perbedaan hukum dan budaya dapat mempengaruhi operasional bisnis dan perlindungan hak-hak buruh. Misalnya, ketentuan hukum mengenai jam kerja, remunerasi dan perlindungan tenaga kerja di beberapa negara mungkin berbeda dengan ketentuan di negara lain. Jika tidak ditangani dengan baik, hal ini dapat menyebabkan perselisihan perburuhan dan mempengaruhi operasi normal perusahaan dan kerja sama ekonomi internasional.

Di bidang pendidikan, internasionalisasi telah memungkinkan sistem pendidikan di berbagai negara untuk saling belajar dan berintegrasi. Siswa belajar di luar negeri dan bertukar konsep dan metode pendidikan dari berbagai negara. Namun perbedaan budaya dan nilai dapat menimbulkan konflik dalam pendidikan. Misalnya, setiap negara mungkin memiliki pemahaman berbeda mengenai integritas akademik, standar evaluasi pendidikan, dan metode pengelolaan siswa. Hal ini mengharuskan para pendidik untuk menemukan landasan nilai bersama dalam lingkungan pendidikan internasional dengan tetap menghormati dan menoleransi keragaman budaya.

Kembali ke kasus adopsi perempuan Tionghoa di Malaysia, kita bisa melihat bahwa internasionalisasi bukan hanya pertukaran ekonomi dan teknologi, namun juga benturan dan integrasi budaya dan hukum. Dalam menghadapi permasalahan tersebut, perlu dilakukan sikap terbuka, inklusif dan penuh pengertian serta mencari solusi yang tidak hanya menjaga martabat hukum namun juga menghormati tradisi budaya. Hal ini tidak hanya penting untuk menyelesaikan permasalahan individu, namun juga untuk meningkatkan keharmonisan dan stabilitas sosial.

Singkatnya, internasionalisasi adalah tren yang tidak dapat diubah, yang memberikan kita peluang sekaligus tantangan. Kita perlu secara aktif mencari konsensus atas dasar menghormati keragaman hukum dan budaya untuk mencapai pembangunan dan kemajuan bersama.