Tentang jalur pengembangan kecerdasan buatan di Tiongkok dan Amerika Serikat serta pilihan Tiongkok

2024-07-30

한어Русский языкEnglishFrançaisIndonesianSanskrit日本語DeutschPortuguêsΕλληνικάespañolItalianoSuomalainenLatina

xAI, sebuah perusahaan yang dimiliki oleh miliarder Amerika Musk, menggunakan "Memphis Super Cluster" yang terdiri dari 100.000 GPU H100 untuk pelatihan AI, yang menunjukkan kekuatan teknis dan tekad investasinya yang kuat. Langkah ini tentu menarik perhatian luas di seluruh dunia.

Namun, bagi Tiongkok, apakah mereka harus mengikuti jalur teknologi Amerika Serikat telah menjadi pertanyaan yang patut direnungkan. Tiongkok memiliki kondisi nasional dan kebutuhan pembangunan yang unik dan tidak bisa begitu saja meniru model negara lain.

Dari sudut pandang teknis, Tiongkok telah mencapai prestasi luar biasa di bidang kecerdasan buatan, namun masih ada kesenjangan tertentu dengan Amerika Serikat dalam beberapa teknologi utama dan fasilitas perangkat keras. Jika kita mengikuti Amerika Serikat secara membabi buta, kita mungkin akan terjerumus ke dalam dilema ketergantungan teknologi dan kehilangan kemampuan berinovasi secara mandiri.

Dari perspektif permintaan pasar, pasar Tiongkok beragam dan kompleks. Industri yang berbeda dan wilayah yang berbeda memiliki persyaratan yang berbeda untuk penerapan kecerdasan buatan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknologi dan produk kecerdasan buatan yang sesuai untuk pasar dalam negeri berdasarkan karakteristik pasarnya sendiri.

Selain itu, lingkungan kebijakan juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi pemilihan jalur teknis. Pemerintah Tiongkok secara aktif mempromosikan inovasi teknologi dan merumuskan serangkaian kebijakan yang kondusif bagi pengembangan kecerdasan buatan. Ketika memilih jalur teknis, orientasi dan dukungan kebijakan harus dipertimbangkan sepenuhnya.

Pada saat yang sama, kita juga harus melihat bahwa tren internasionalisasi tidak dapat dihentikan. Di bidang kecerdasan buatan, kerja sama dan pertukaran internasional semakin sering dilakukan. Tiongkok dapat belajar dari pengalaman internasional yang maju, memperkuat kerja sama dengan negara lain, dan bersama-sama mendorong pengembangan kecerdasan buatan. Namun acuan semacam ini bukan untuk diikuti secara membabi buta, melainkan untuk menyerap dan berinovasi secara selektif dengan tetap menjaga ciri dan keunggulannya sendiri.

Ringkasnya, dalam perjalanan menuju pengembangan kecerdasan buatan, Tiongkok harus sepenuhnya mempertimbangkan situasi aktualnya, mempertimbangkan pro dan kontra, dan memulai jalur inovasi dengan karakteristik Tiongkok, bukan sekadar mengikuti jejak Amerika Serikat. Hanya dengan cara ini kita dapat menempati posisi dalam kompetisi kecerdasan buatan global dan mencapai terobosan teknologi nyata serta peningkatan industri.